Kisah Hikmah

BERBAHAGIALAH SAAT DIHINA


Berlapang dadalah terhadap setiap caci maki, celaan, hinaan, umpatan, atau sorak sorai orang yang membenci kita. Lapang dada hanya bisa dilakukan oleh mereka yang luas jiwanya sebab memiliki wawasan nan mendalam.
Sikap lapang dada tidak terbentuk dalam sekali tempaan. Tetapi hasil kerja keras dalam waktu yang lama dengan usaha sungguh-sungguh yang tak mengenal kata menyerah.
Para pendahulu umat ini telah memberikan contoh sikap lapang dada yang teramat mencerahkan. Sikap tersebut dimiliki sebab pelakunya memahami betul tabiat dunia ini, para penghuninya dan kesudahan dari hidup yang sementara ini. Hal inilah yang membuat mereka tidak pernah pusing dengan hal-hal kecil, karena fokus mereka ada pada kehidupan abadi di akhirat kelak.
Suatu hari, Ibrahim an-Nakha’i yang pincang berjalan bersama sahabatnya. Sahabat yang digandengnya ini adalah sosok yang tak bisa melihat. Baru berjalan beberapa langkah, sang sahabat mulai khawatir. Karenanya, langkahnya melambat secara perlahan.
Tak berselang lama, akhirnya sang sahabat pun menyampaikan keluhannya, “Wahai Ibrahim,” katanya melanjutkan, “orang-orang yang melihat kita pasti akan mengatakan, ‘Itu orang buta dan orang pincang… Itu orang buta dan orang pincang,’” pungkasnya menyampaikan kekhawatirannya.
Demi mendengar apa yang diucapkan oleh sahabatnya itu, Ibrahim an-Nakha’i mengambil ancang-ancang untuk berhenti sejenak. Setelah berhenti, ia berkata kepada sahabatnya itu, “Wahai temanku,” ucapnya tenang. “Kenapa engkau begitu terbebani memikirkannya?” lanjutnya kemudian, “Jika mereka berdosa karena menghina kita,” jelasnya mengakhiri, “bukankah kita mendapatkan pahala atas hinaan mereka?”
Demikialah keadaan orang-orang shaleh. Diamnya adalah dzikir, bicaranya adalah emas. Hampir tak ada yang sia-sia dalam tiap jenaknya. Pun, dalam pemaklumannya terdapat hikmah yang amat besar.
Bisa jadi, keadaan fisik mereka memang tak sempurna. Ada di antara mereka yang dikaruniai kekurangan anggota tubuh ataupun cacat. Namun, mereka tak pernah sekalipun sibuk dengan hal itu. Karena mereka memahami, di balik penciptaan pasti ada hikmah. Mereka memahami bahwa Allah Ta’ala Maha Sempurna dalam tiap penciptaan-Nya.
Apa yang dikhawatirkan oleh sahabat Ibrahim an-Nakha’i ini, bisa jadi adalah kekhawatiran yang beralasan. Sebab tabiat manusia, memang lebih suka mengomentari dan melihat apa yang dialami oleh orang lain, ketimbang sibuk memperbaiki dirinya sendiri. [Pirman]

 Sumber: kisahikmah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar